PENGERTIAN
HISAB
Beriman
kepada hari Akhir dan kejadian yang ada padanya merupakan salah satu rukun iman
yang wajib diyakini oleh setiap muslim. Untuk mencapai kesempurnaan iman
terhadap hari Akhir, maka semestinya setiap muslim mengetahui peristiwa dan
tahapan yang akan dilalui manusia pada hari tersebut. Di antaranya yaitu
masalah hisab (perhitungan) yang merupakan maksud dari iman kepada hari Akhir.
Karena, pengertian dari beriman kepada hari kebangkitan adalah, beriman dengan
hari kembalinya manusia kepada Allah lalu dihisab. Sehingga hakikat iman kepada
hari kebangkitan adalah iman kepada hisab ini.[1]
Pengertian
hisab disini adalah, peristiwa Allah menampakkan kepada manusia amalan mereka
di dunia dan menetapkannya[2]. Atau Allah mengingatkan dan memberitahukan
kepada manusia tentang amalan kebaikan dan keburukan yang telah mereka
lakukan.[3]
Syaikhul
Islam Ibnu Taimiyyah menyatakan, Allah akan menghisab seluruh makhluk dan
berkhalwat kepada seorang mukmin, lalu menetapkan dosa-dosanya[4]. Syaikh
Shalih Ali Syaikh mengomentari pandangan ini dengan menyatakan, bahwa inilah
makna al muhasabah (proses hisab)[5]. Demikian juga Syaikh Ibnu Utsaimin
menyatakan, muhasabah adalah proses manusia melihat amalan mereka pada hari
Kiamat[6].
Hisab
Menurut Istilah Aqidah Memiliki Dua Pengertian :
Pertama
: Al ‘Aradh (pemaparan). Juga demiliki mempunyai dua pengertian juga.
1).
Pengertian umum, yaitu seluruh makhluk ditampakkan di hadapan Allah dalam
keadaan menampakkan lembaran amalan mereka. Ini mencakup orang yang
dimunaqasyah hisabnya dan yang tidak dihisab.
2).
Pemaparan amalan maksiat kaum Mukminin kepada mereka, penetapannya,
merahasiakan (tidak dibuka dihadapan orang lain) dan pengampunan Allah atasnya.
Hisab demikian ini dinamakan hisab yang ringan (hisab yasir) [7].
Kedua
: Munaqasyah, dan inilah yang dinamakan hisab (perhitungan) antara kebaikan dan
keburukan [8].
Untuk
itulah Syaikhul Islam menyatakan, hisab, dapat dimaksudkan sebagai perhitungan
antara amal kebajikan dan amal keburukan, dan di dalamnya terkandung pengertian
munaqasyah. Juga dimaksukan dengan pengertian pemaparan dan pemberitahuan
amalan terhadap pelakunya [9].
Rasulullah
Shallallahu ’alaihi wa sallam menyatakan di dalam sabdanya:
مَنْ
حُوسِبَ عُذِّبَ قَالَتْ عَائِشَةُ فَقُلْتُ أَوَلَيْسَ يَقُولُ اللَّهُ تَعَالَى فَسَوْفَ
يُحَاسَبُ حِسَابًا يَسِيرًا قَالَتْ فَقَالَ إِنَّمَا ذَلِكِ الْعَرْضُ وَلَكِنْ مَنْ
نُوقِشَ الْحِسَابَ يَهْلِكْ
“Barangsiapa
yang dihisab, maka ia tersiksa”. Aisyah bertanya,”Bukankah Allah telah
berfirman ‘maka ia akan diperiksa dengan pemeriksaan yang mudah’ [10]” Maka
Rasulullah
Shallallahu ’alaihi wa sallam menjawab: “Hal itu adalah al ‘aradh. Namun
barangsiapa yang dimunaqasyah hisabnya, maka ia akan binasa”. [Muttafaqun
‘alaihi]
HISAB
PASTI ADA
Kepastian
adanya hisab ini telah dijelaskan di dalam al Qur`an dan Sunnah. Firman Allah
Subhanahu wa Ta’ala :
"Adapun
orang yang diberikan kitabnya dari sebelah kanannya, maka ia akan diperiksa
dengan pemeriksaan yang mudah", [al Insyiqaq / 84 : 7-8].
"Adapun
orang yang diberikan kitabnya dari belakang, maka dia akan berteriak:
“Celakalah aku”. Dan dia akan masuk ke dalam api yang menyala-nyala
(neraka)". [al Insyiqaq / 84:10-12]
"Sesungguhnya
kepada Kami-lah kembali mereka, kemudian sesungguhnya kewajiban Kami-lah
menghisab mereka". [al Ghasyiyah / 88 : 25-26]
"Pada
hari ini, tiap-tiap jiwa diberi balasan dengan apa yang diusahakannya. Tidak
ada yang dirugikan pada hari ini. Sesungguhnya Allah amat cepat hisabnya".
[al Mu’min / 40 : 17]
Sedangkan
dalil dari Sunnah Rasulullah Shallallahu ’alaihi wa sallam, di antaranya hadits
yang diriwayatkan Imam Muslim dari Aisyah, dari Rasulullah Shallallahu ’alaihi
wa sallam, beliau berkata:
لَيْسَ
أَحَدٌ يُحَاسَبُ إِلَّا هَلَكَ قُلْتُ يَا رَسُولَ اللَّهِ أَلَيْسَ اللَّهُ يَقُولُ
حِسَابًا يَسِيرًا قَالَ ذَاكِ الْعَرْضُ وَلَكِنْ مَنْ نُوقِشَ الْحِسَابَ هَلَكَ
“Tidak
ada seorangpun yang dihisab kecuali binasa,” Aku (Aisyah) bertanya,”Wahai
Rasulullah, bukankah Allah berfirman ‘pemeriksaan yang mudah’?” Beliau
menjawab,”Itu adalah al aradh, namun barangsiapa yang diperiksa hisabnya, maka
binasa”.
Imam
Ibnu Abil Izz (wafat tahun 792 H) menjelaskan, makna hadits ini adalah,
seandainya Allah memeriksa dengan menghitung amal kebajikan dan keburukan dalam
hisab hambaNya, tentulah akan mengadzab mereka dalam keadaan tidak menzhalimi
mereka sedikitpun, namun Allah memaafkan dan mengampuninya.[11]
Demikian
juga umat Islam, sepakat atas hal ini [12]. Sehingga apabila seseorang
mengingkari hisab, maka ia telah berbuat kufur, dan pelakunya sama dengan
pengingkar hari kebangkitan.[13]
Sumber : bdullah-syauqi.abatasa.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar